Demokrasi dan HAM di Indonesia

Beberapa Kasus Yang Terungkap Menyangkut
Demokrasi dan HAM di Indonesia




Berikut ini penjelasan dari beberapa kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia berat yang terjadi di Indonesia :

1. Pembangunan Megaproyek Bendungan Kedung Ombo 1989
Insiden ini dimulai dari rencana pembangunan bendungan raksasa bantuan Bank Dunia untuk irrigasi pertanian dan pembangunan PLTA. Daerah yang akan ditenggelamkan adalah Kedung Ombo, sebuah desa di Jawa Tengah. Perlawanan dimotori oleh kelompok mahasiswa karena prihatin dengan nasib masyarakat disana yang sebelunya telah mencoba melakukan perlawanan. Ternyata, bagi mereka yang tidak mau pindah diintimidasi dan diancam kehilangan pekerjaan hingga dicap PKI. Meskipun megaproyek itu berhasil sekaligus menyengsarakan masyarakatnya, akhirnya perlawanan masyarakat ini surut dengan sendirinya denagn meninggalkan konflik.

2. Freeport dan penderitaan suku Amungme dan suku lainnya di Irian
Berawal pemberian konsensi penambangan pada Freeport Mc Moran Copper and Gold Inc. tahun ’66 dan Kontrak Kerja (KK) I di tahun ’67 selama 30 tahun. Pada tahun 1991, Freeport memperbarui KK II selama 30 tahun dengan kemungkinan diperpanjang 20 tahun. Dalam dua tahun setelah berproduksi, Freeport memperoleh keuntungan bersih US$ 60 juta dari tembaga yang ditambang dan merupakan penyumbang pajak terbesar bagi Indonesia dengan pemilikan saham 10 persen bagi Pemerintah Indonesia dan Nusamba milik Bob Hasan serta yayasan-yayasan Soeharti sebesar 4,7 persen. Ternyata, batuan limbah yang mereka buang ke aliran Sungai Aghawaghon yang menyatu dengan Sungai Otonoma dan Ajkwa membuat sungai itu tidak dapat lagi digunakan dalam bentuk apa pun.
Penambangan itu secara social merenggut hak ulayat masyarakat local karena Freeport yang didukung Negara dan militer, memporakporandakan tanah tempat bersemayamnya roh nenek moyang Suku Amungme. Komnas HAM pada tahun ’95 menemukan 6 jenis pelanggaran HAM dari tahun 1993 – 1995 yang mengakibatkqan 16 penduduk terbunuh dan empat orang lainnya hilang. Pelanggaran ini baik dilakukan oleh pihak Freeport Indonesia atau pihak tentara Indonesia yang berdalih mengamankan asset Negara.

3. Daerah Operasi Militer di Aceh
Daerah Operasi Militer (DOM) dimulai pada tahun 1990 sesudah GAM menyusun serangkaian penyerangan terhadap pos polisi dan militer untuk merampas amunisi lusinan senjata otomatis, sampai akhirnya pemerintahan Soeharto menyatakan Aceh sebagai DOM dan menyusun salah satu kampanye kontra-pemberontak terbesar yang terlihat sejak tahun 1960. Penyiksaan terus berlangsung sampai DOM berakhir di tahun 1998, meskipun dalam tingkat intensitas yang lebih rendah dalam periode 1990 – 1993.

4. Kasus Timor-Timur
Kerusuhan Timor Timur terjadi karena kekecewaan masyarakat terhadap kebocoran hasil jajak pendapat yang memenangkan kelompok prokemerdekaan pada 1 September 1999. Pemerintahan Soeharto tidak pernah menggubris imbauan dari Majelis Umum dan Dewan Keamanan PBB yang mengeluarka resolusi yang keras berkenaan dengan intervensi Indonesia di Timor Timur untuk segera menarik pasukan TNI. Proses damai dimulai dengan pembangunan kapasitas dalam jangka waktu panjang, rekonsiliasi, dan transformasi sosial.

5. Tragedi Mei 1998
Kekuasaan Soeharto selama 32 tahun berkuasa mendapatkan akumulasi perlawanan dari masyarakat khususnya mahasiswa. Kerugian dan kerusakan material adalah mencapai triliunan rupiah. Namun, kerusakan mental adalah jauh lebih besar lagi.




6. Pembunuhan aktivis HAM (Munir Said Thalib) 2004.
Munir meninggal di pesawat Garuda dari Jakarta jurusan ke Amsterdem, pada tanggal 7 September 2004. Pria ini adalah seorang aktivis HAM Indonesia dan jabatan terakhir adalah Direktur Eksekutif Lembaga Pemantau Hak Asasi Manusia Indonesia Imparsial. Ketika itu ia membela para aktivis yang menjadi korban penculikan Tim Mawar dari Kopassus. Istri Munir, Suciwati, bersama aktivis HAM lainnya terus menuntut pemerintah agar mengungkap kasus pembunuhan ini.

Berbagai kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia yang terjadi di Indonesia menunjukkan bahwa demokratisasi belum sepenuhnya berjalan. Penyebabnya adalah pemimpin yang otoriter dan korup. Belum lagi dalam menyelesaikan masalah sipil, negara sering sekali menggunakan kekuatan militer.

Pelanggaran-pelanggaran Hak Asasi Manusia terjadi di semua kasus di atas dikarenakan dominasi Negara atas nama pembangunan nasional khususnya dalam kurun waktu 4 dekade Indonesia menyatakan kemerdekaannya . Merdeka menjadi slogan karena banyak rakyat merasa lebih terjajah bersama bangsanya sendiri. Dominasi Negara untuk memuluskan kepentingannya memang beragam. Namun demikian, dapat diambil semacam pola bahwa Negara mengedepankan kepentingan ekonomi jangka pendek ketimbang faktor-faktor lainnya. Misalnya untuk kasus Kedung Ombo, Freeport, dan kasusperampasan tanah lainnya, Negara benar-benar membiarkan rakyat menjadi terlantar, kehilangan tempat tinggal, sumber penghidupan, dan masa depan. Padahal, bagi kalangan masyarakat agraris, tanah merupakan persoalan yang utama dan penting dalam kehidupannya.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Hukum di Indonesia memang telah lama lumpuh. Untuk kasus-kasus besar, terutama berbau politik dan kekuasaan, sudah menjadi rahasia umum bahwa pengadilan beserta keputusan hakim pun dapat dibeli. Oleh karena itu, semua peraturan yang ada bagaikan aksesoris yang membuat perih derita korban pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia.


Berbagai pelanggaran di atas sampai hari ini nyatanya masih menyimpan masalah karena sebagian besar tidak pernah tuntas dalam penyelesaiannya. Ketika dibawa pada jalur hukum yang notabene diharapkan dapat memberikan keadilan faktanya tidak demikian. Sehingga penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia sulit menjadi keniscayaan yang akhirnya menjadi preseden buruk bagi keberlangsungan perlindungan Hak Asasi Manusia di masa depan. Apapun alasannya, negara yang membiarkan praktik-praktik demikian sama saja membiarkan pelanggaran Hak Asasi Manusia terjadi di depan matanya dimana perilaku ini jelas bertentangan dengan Undang-undang Hak Asasi Manusia.

VI.2. Saran
Di atas telah dicontohkan beberapa kasus yang bisa dinilai sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia. Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang dilakukan oleh masyarakat diakibatkan rendahnya kesadaran hukum dari masyarakat. Seharusnya setiap kasus memiliki ruang publik yang luas untuk didiskusikan, dicari jalan tengahnya dan menghindari konflik horizontal. Ini juga harus benar-benar ada niat baik dari pemerintah untuk melindungi Hak Asasi Manusia warga negaranya.

0 komentar,,(^0^)8:

Posting Komentar

 
Nadya Chaerunnisa Blog Design by Ipietoon